Tanya Jawab Moderasi Beragama - Buku Saku Kementerian Agama



APA ARTI MODERASI?

Moderasi adalah jalan tengah. Dalam sejumlah forum diskusi kerap terdapat moderator orang yang menengahi proses diskusi, tidak berpihak kepada siapa pun atau pendapat mana pun, bersikap adil kepada semua pihak yang terlibat dalam diskusi.

Moderasi juga berarti ‘’sesuatu yang terbaik’’. Sesuatu yang ada di tengah biasanya berada di antara dua hal yang buruk. Contohnya adalah keberanian. Sifat berani dianggap baik karena ia berada di antara sifat ceroboh dan sifat takut. Sifat dermawan juga baik karena ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir.

APA ITU MODERASI BERAGAMA?

Moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah sesuai pengertian moderasi tadi. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Orang yang mempraktekkannya disebut moderat.

Tapi, benarkah bersifat ekstrem itu buruk?

Benar! Jangankan ekstrem atau berlebihan terhadap sesuatu yang jelas-jelas buruk seperti kesombongan, bahkan terhadap sesuatu yang dianggap baik pun, jika itu dilakukan berlebih-lebihan, implikasinya bisa menjadi buruk.

Lihatlah sifat dermawan. Sifat ini sudah pasti baik karena ia berada di antara sifat boros dan sifat kikir. Tapi, jika seseorang melakukan kedermawanannya secara berlebih-lebihan, ia bisa terjatuh dalam keborosan. Kalau sudah begitu, bahkan kebaikan pun bisa menjadi buruk.

Jadi, kunci moderasi adalah tidak berlebih-lebihan, apalagi dalam masalah beragama. Kunci ini penting dipahami supaya setiap orang bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

CONTOH BERAGAMA YANG BERLEBIHAN?

Contoh paling gamblang adalah ketika seorang pemeluk agama mengafirkan saudaranya sesama pemeluk agama yang sama hanya gara-gara mereka berbeda dalam paham keagamaan, padahal hanya Tuhan yang Maha Tahu apakah seseorang sudah masuk kategori kafir atau tidak. Seseorang yang bersembahyang terus-menerus dari pagi hingga malam tanpa mempedulikan problem sosial di sekitarnya bisa disebut berlebihan dalam beragama.

Seseorang juga bisa disebut berlebihan dalam beragama ketika ia sengaja merendahkan agama orang lain, atau gemar menghina figur atau simbol suci agama tertentu. Dalam kasus seperti ini ia sudah terjebak dalam ekstremitas yang tidak sesuai dengan prinsipprinsip moderasi beraga

ADA CONTOH SIKAP EKSTREM LAIN?


Ada. Misalnya seseorang menyantap makanan atau mereguk minuman yang jelas-jelas haram menurut ajaran agamanya hanya karena alasan toleransi kepada umat agama lain. Atau merusak rumah ibadah karena tidak setuju paham keagamaannya. Sikap ekstrem lainnya adalah mengikuti ritual pokok ibadah agama lain karena alasan tenggang rasa.

Ini semua tidak bisa dibenarkan. Bersikap moderat cukup dengan menghormati orang lain dan tidak mengganggu satu sama lain. Ia sendiri harus mantap dengan kepercayaannya, tidak perlu menggadaikan keyakinan!

DI MANA POSISI ORANG MODERAT DI ANTARA DUA KUTUB EKSTREM ITU?


Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/ nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks.

Pendek kata, moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia.

APA PRINSIP BERAGAMA YANG MODERAT?

Prinsipnya ada dua: adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia.

Orang yang ekstrem sering terjebak dalam praktek beragama atas nama Tuhan hanya untuk membela keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan aspek kemanusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan” padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti ajaran agama.

APA BATASANNYA BAHWA SUATU PEMAHAMAN DAN PENGAMALAN KEAGAMAAN SUDAH BISA DINILAI BERLEBIHAN ?

Pemahaman dan pengamalan keagamaan bisa dinilai berlebihan jika ia melanggar tiga hal: Pertama, nilai kemanusiaan; Kedua, kesepakatan bersama; dan Ketiga, ketertiban umum. Prinsip ini juga untuk menegaskan bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Tuhan dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan.

APA CONTOH MELANGGAR BATASAN KEMANUSIAAN?

Jika seseorang atas nama ajaran agama, misalnya, melakukan perbuatan yang merendahkan harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan, atau bahkan menghilangkan eksistensi kemanusiaan itu sendiri, itu sudah bisa disebut melanggar nilai kemanusiaan. Tindakannya jelas berlebihan atau ekstrem. Contoh konkretnya, dengan dalih jihad agama, seseorang meledakkan bom di tengah pasar lalu puluhan bahkan ratusan orang tak bersalah tewas seketika. Ini jelas tindakan ekstrem.

ADA CONTOH LAIN YANG LEBIH GAMBLANG?

Ketika seseorang sedang beribadah, lalu ada orang lain di dekatnya yang hampir mati akibat terjatuh ke dalam sumur, maka dia wajib membatalkan ibadahnya untuk kemudian membantu saudaranya yang terjatuh ke dalam sumur itu. Ibadah kepada Tuhannya bisa ia lakukan setelah menolong saudaranya itu.

Contoh lain, seorang dokter harus bergegas menunaikan kewajiban beribadah. Namun di saat yang sama ada pasien dalam kondisi darurat harus segera ditangani dan tidak dapat ditangguhkan. Dalam kondisi seperti itu, sang dokter harus segera menyelamatkan pasiennya dan menunda ibadahnya, untuk kemudian melaksanakan kewajiban agamanya setelah menolong pasien tersebut.

Bahkan, watak kemanusiaan ini pula yang membawa seseorang yang beragama untuk dapat menghargai alam dan nyawa makhluk semesta lainnya, hewan sekalipun.

Contoh, dalam Islam, seseorang yang hendak melaksanakan shalat harus bersuci dan berwudlu terlebih dahulu dengan air. Andai suatu ketika ia hendak berwudlu dengan air terbatas, lalu tibatiba di sampingnya ada anjing merayap kehausan membutuhkan air untuk minum, mana yang harus ia dahulukan? Orang ini harus menolong anjing itu lalu mencari alternatif lain untuk bersuci, misalnya bertayamum atau bersuci dengan debu.

Itulah semangat keseimbangan yang ditekankan dalam moderasi beragama. Jadi, agama harus diamalkan untuk menebarkan rahmat dan kasih sayang bagi alam dengan segala isinya.

“Jika engkau melihat seekor semut terpeleset dan jatuh di air, maka angkat dan tolonglah, barangkali itu menjadi penyebab ampunan bagimu di akhirat”.
K.H. Maimoen Zubair

APA CONTOH MELANGGAR BATASAN KESEPAKATAN BERSAMA?

Contohnya jika seseorang, atas nama ajaran agama, melanggar butirbutir Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang telah menjadi kesepakatan bersama bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, itu sudah bisa dinilai ekstrem dan melanggar. Dalam hal kehidupan bermasyarakat, niscaya juga banyak peraturan yang telah disepakati bersama oleh seluruh warga di lingkungan tempat tinggal. Jika seorang warga, atas nama agama yang dianutnya, melanggar kesepakatan bersama yang telah ia setujui tersebut, maka ia pun dapat dianggap berlebih-lebihan.

SEKARANG, APA CONTOH MELANGGAR BATASAN KETERTIBAN UMUM?

Contohnya jika seseorang, atas nama ajaran agama, melanggar ketertiban umum, itu sudah bisa dinilai beragama secara berlebihan. Misalnya, jika seseorang memaksakan diri beribadah di tengah keramaian lalu lintas, yang menyebabkan kemacetan, bahkan rawan menimbulkan kecelakaan, maka ia sudah melanggar batas ketertiban umum.

BAGAIMANA ORANG MODERAT MEMAHAMI KEMANUSIAAN?

Kemanusiaan adalah salah satu esensi agama. Kemanusiaan diyakini sebagai fitrah agama yang tidak mungkin diabaikan. Agama mengajarkan bahwa menjunjung tinggi kemanusiaan adalah inti pokok agama. Tuhan diyakini menurunkan agama dari langit ke bumi ini justru untuk melindungi kemanusiaan. Pendek kata, inti pokok ajaran agama adalah untuk menjaga kemanusiaan, bukan untuk menghancurkan kemanusiaan itu sendiri.

Jadi, kalau ada paham ekstrem atas nama agama yang berakibat menghancurkan kemanusiaan, misalnya mengakibatkan terbunuhnya orang tak bersalah, paham itu jelas bertentangan dengan fitrah agama dan tentu saja tidak bisa dibenarkan.

Orang moderat akan memperlakukan mereka yang berbeda agama sebagai saudara sesama manusia dan akan menjadikan orang yang seagama sebagai saudara seiman.

Orang moderat akan sangat mempertimbangkan kepentingan kemanusiaan di samping kepentingan keagamaan yang sifatnya subjektif. Bahkan, dalam situasi tertentu, kepentingan kemanusiaan mendahului subjektifitas keagamaannya.

SAMAKAH MODERASI BERAGAMA DENGAN MODERASI AGAMA?

Tidak sama. Agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agama yang harus dimoderasi, melainkan cara penganut agama dalam menjalankan agamanya itulah yang harus dimoderasi. Tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas, tapi tidak sedikit orang yang menjalankan ajaran agama berubah menjadi ekstrem.

APA CONTOH KONKRIT UNTUK MEMBEDAKAN AGAMA DAN BERAGAMA?

Misalnya, ajaran agama untuk memuliakan perempuan. Ajaran ini bersifat pasti dan tidak ada yang memperdebatkan, itulah ajaran agama. Tapi, bagaimana cara memuliakan perempuan menurut ajaran agama itu, masing-masing umat beragama melakukan praktik yang berbeda-beda. Itulah yang disebut beragama.

Contoh yang mudah terlihat misalnya ada paham dan amalan agama yang ekstrem membatasi aktivitas sosial perempuan, seperti larangan keluar rumah bagi perempuan meski untuk menuntut ilmu. Namun, ada juga paham dan amalan agama yang memberi ruang kebebasan ekstrem bagi perempuan untuk beraktifitas sosial sehingga menyepelekan tanggung jawab mengurus keluarga.

Di antara keduanya itu, ada juga paham dan amalan agama yang cenderung moderat, dengan memberikan hak-hak kesetaraan gender kepada perempuan, tetapi tetap membatasinya dengan etika dan adat istiadat lokal yang berlaku.

JADI, MODERASI BERAGAMA SAMA DENGAN TOLERAN?

Toleran itu adalah hasil yang diakibatkan oleh sikap moderat dalam beragama. Moderasi adalah proses, toleransi adalah hasilnya. Seorang yang moderat bisa jadi tidak setuju atas suatu tafsir ajaran agama, tapi ia tidak akan menyalahnyalahkan orang lain yang berbeda pendapat dengannya. Begitu juga seorang yang moderat niscaya punya keberpihakan atas suatu tafsir agama, tapi ia tidak akan memaksakannya berlaku untuk orang lain.

BERARTI ORANG YANG MODERAT TIDAK TEGUH DALAM BERAGAMA?

Tentu saja tidak demikian. Seorang yang moderat juga harus memiliki pendirian teguh dan semangat beragama yang tinggi. Namun, ia harus mampu memilah mana pokok ajaran agama, di mana ia harus berpendirian teguh, dan mana tafsir ajaran agama, di mana ia perlu toleran, menghormati pendirian orang lain, dan tidak menyalah-nyalahkan.

Terkait urusan pokok agama, tidak boleh ada kompromi dalam hal meyakini dan mempraktikkannya. Tapi untuk urusan agama yang sifat hukumnya diperdebatkan, dan ada beragam pandangan, seorang moderat akan mengambil sikap hukum tertentu untuk dirinya, tapi tidak memaksakan hukum itu berlaku untuk orang lain. Itulah makna toleran.

BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN POKOK AGAMA & TAFSIR AGAMA?

Untuk bisa memilah mana wilayah pokok agama yang harus dibela secara teguh, dan mana wilayah tafsir ajaran agama yang terbuka untuk berbeda, seorang umat beragama harus mempelajari ajaran agamanya dengan baik dan secara mendalam. Ia harus mencari ilmu melalui guru atau sumber yang tepercaya.

Sikap moderat dalam beragama akan lebih mudah diterapkan jika seseorang memiliki pengetahuan agama yang baik dan memadai. Pengetahuan luas akan menghantarkannya menjadi orang yang bijaksana. Berpengetahuan itu penting karena untuk dapat berdiri di tengah, seorang yang moderat perlu tahu tafsir agama yang ada di ujung ekstrem kiri dan ujung ekstrem kanan.

Sikap hanya melihat kebenaran satu tafsir agama dan buta terhadap kebenaran tafsir lainnya dapat menjerumuskan seseorang pada sikap ekstrem dan cenderung mengklaim kebenaran menurut versi dirinya saja. Pendek kata, untuk moderat, seseorang perlu berilmu.

APA LAGI SYARAT MODERAT SELAIN BERILMU?

Selain berilmu, seorang yang moderat juga harus mampu mengendalikan emosi, berakhlak baik, pemaaf, menjadi teladan, dan sanggup berempati. Dalam menyikapi masalah keagamaan, ia harus mampu mendahulukan rasa daripada emosi, dan harus mengedepankan akal ketimbang otot. Moderasi beragama harus dibarengi dengan sikap berbudi.

Dengan begitu, maka seorang yang moderat dalam beragama akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak, tidak gegabah, melirik ke kiri dan ke kanan, dan selalu mempertimbangkan baik buruknya setiap pilihan. Konsisten berada di tengah bukan berarti diam saja, melainkan dinamis bergerak merespons situasi dengan cermat. Alhasil, moderasi beragama dapat diwujudkan jika seseorang telah memenuhi syarat berilmu, berbudi, pemaaf, bijaksana dan berhati-hati.

MENGAPA MODERASI BERAGAMA DIPERLUKAN?

Moderasi beragama diperlukan karena sikap ekstrem dalam beragama tidak sesuai dengan esensi ajaran agama itu sendiri. Perilaku ekstrem atas nama agama juga sering mengakibatkan lahirnya konflik, rasa benci, intoleransi, dan bahkan peperangan yang memusnahkan peradaban. Sikapsikap seperti itulah yang perlu dimoderasi.

Moderasi beragama adalah upaya mengembalikan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, yakni untuk menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia, bukan sebaliknya. Agama tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang justru merusak peradaban, sebab sejak diturunkan, agama pada hakikatnya ditujukan untuk membangun peradaban itu sendiri.

APAKAH MODERASI DIKENAL DALAM SEJARAH UMAT MANUSIA?

Ya, moderasi sudah lama dikenal sebagai prinsip hidup dalam sejarah umat manusia. Dalam mitologi Yunani kuno, prinsip moderasi sudah dikenal dan dipahatkan pada inskripsi patung Apollo di Delphi dengan tulisan Meden Agan, yang berarti “tidak berlebihan”.

Prinsip moderasi saat itu sudah dipahami sebagai nilai untuk melakukan segala sesuatu secara proporsional, tidak berlebihan. Seorang yang moderat dalam hal makanan, misalnya, akan menyantap segala jenis makanan, tapi membatasi porsinya agar tidak menimbulkan penyakit. Moderasi juga dikenal dalam tradisi berbagai agama. Jika dalam Islam ada konsep wasathiyah, dalam tradisi Kristen ada konsep golden mean. Dalam tradisi agama Buddha ada Majjhima Patipada. Dalam tradisi agama Hindu ada Madyhamika. Dalam Konghucu juga ada konsep Zhong Yong. Begitulah, dalam tradisi semua agama, selalu ada ajaran “jalan tengah”.

Semua istilah dalam setiap agama itu mengacu pada satu titik makna yang sama, yakni bahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem dan tidak berlebihlebihan merupakan sikap beragama yang paling ideal.

BAGAIMANA MENEMPATKAN MODERASI BERAGAMA DALAM KONTEKS INDONESIA?

Moderasi beragama adalah bagian dari strategi bangsa ini dalam merawat Indonesia. Sebagai bangsa yang sangat beragam, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya.

Indonesia disepakati bukan negara agama, tapi juga tidak memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan dan adat-istiadat lokal. Beberapa hukum agama juga dilembagakan oleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai.

Itulah sesungguhnya jati diri Indonesia, negeri yang sangat agamis, dengan karakternya yang santun, toleran, dan mampu berdialog dengan keragaman. Moderasi beragama harus menjadi bagian dari strategi kebudayaan untuk merawat jati diri kita tersebut.

SIAPA YANG HARUS MENGAWAL MODERASI BERAGAMA?

Tegaknya moderasi beragama perlu dikawal bersama, baik oleh orang per orang maupun lembaga, baik masyarakat maupun negara. Kelompok beragama yang moderat harus lantang bersuara dan tidak lagi memilih menjadi mayoritas yang diam.

Bahkan, keterlibatan perempuan juga akan sangat penting dalam upaya memperkuat moderasi beragama, mengingat kekerasan atas nama agama bisa saja dilakukan, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Setiap komponen bangsa harus yakin bahwa Indonesia memiliki modal sosial untuk memperkuat moderasi beragama. Modal sosial itu berupa nilai-nilai budaya lokal, kekayaan keragaman adat istiadat, tradisi bermusyawarah, serta budaya gotong-royong yang diwarisi masyarakat Indonesia secara turun temurun.

Modal sosial itu harus kita rawat, demi menciptakan kehidupan yang harmoni dalam keragaman budaya, etnis, dan agama. Jika dipikul bersama, Indonesia dapat menjadi inspirasi dunia dalam mempraktikkan moderasi beragama.

APA PERAN YANG HARUS DIJALANKAN OLEH NEGARA?


Dalam rangka menciptakan masyarakat yang moderat dalam beragama, negara perlu hadir memfasilitasi terciptanya ruang publik untuk menciptakan interaksi umat beragama.

Jangan sampai negara malah melahirkan regulasi dengan sentimen agama tertentu yang diskriminatif, dan diberlakukan secara umum di ruang publik. Kehadiran negara harus memfasilitasi, bukan mendiskriminasi.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Telegram
Share on Whatsapp
Tags :

0 comments:

Posting Komentar