Ibadah dan Pengobatan dalam Tinjauan Islam dan Sains

ARTIKEL



Bagi sebagian besar orang Barat, ibadah termasuk sesuatu yang tidak rasional. Sehingga bagi mereka ibadah bukanlah sesuatu yang ilmiah, yang bisa dibuktikan kebenarannya berdasarkan data dan fakta. Namun berdasarkan banyak penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa ibadah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan dan pengobatan. Sementara kenyataan ini telah diketahui sejak zaman Nabi SAW. Prof. Dr. M. Amin Syukur, dalam bukunya “Zikir Menyembuhkan Kankerku” mengatakan bahwa pada kenyataannya penyakit itu ada dua macam, yaitu fisik dan psikis. Keduanya bersumber dari pikiran atau perasaan dan dari perut.1

Hal ini sesuai pernyataan Al-Harits bin Kildah, seorang tabib Arab yang mengatakan, “Perut adalah sumber penyakit dan diet adalah obat segala penyakit”.2 Baik fisik maupun psikis keduanya saling mempengaruhi. Sakit fisik bisa berpengaruh kepada sakit psikis, dan sebaliknya sakit psikis menyebabkan sakit fisik. Dengan demikian pengobatan penyakit juga dilakukan dengan dua cara; secara medis dengan obat dan konsultasi dokter sebagai ikhtiyar zhahir atau fisik, dan secara metafisik melalui dzikir, doa dan ibadah. Penggabungan antara medis dan dzikir, dalam istilah Prof. Dr. M. Amin Syukur disebut pengobatan min-plus; sikap aktif (berobat) dan sekaligus pasif (sikap pasrah).3

Bagi sebagian orang terapi metafisik berupa dzikir, doa dan ibadah sering dianggap tidak rasional. Namun dalam kenyataannya jalan ini justru paling ampuh dalam bidang pengobatan. Jika lebih jauh menelusuri teks-teks agama baik itu alQuran maupun sunnah nabi, maka akan kita jumpai banyak cara-cara pengobatan dan terapi secara metafisik melalui dzikir, doa dan ibadah. Bahkan dalam pengobatan modern dan canggih cara ini juga ditempuh. Misalkan saja puasa. Sering dianjurkan para dokter sebagai terapi kesehatan bahkan saat pasien menjalani operasi. Pengobatan dua model baik secara medis atau metafisik sama-sama dibutuhkan bagi pasien untuk mempercepat proses kesembuhan. Pengobatan secara metafisik dengan dzikir, doa dan ibadah telah banyak dipraktekkan pada masa Nabi Muhammad SAW. Suatu ketika Nabi Saw, pernah melakukan ruqyah, memohon perlindungan kepada Allah, dengan cara beliau mengusapkan tangan kanannya dan berdoa.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwa rasulullah SAW apabila mendatangi orang sakit, atau didatangi orang sakit beliau berdoa, “Hilangkanlah penyakit Wahai Rabb manusia, sembuhkankanlah, karena sungguh Engkau Zat Maha Penyembuh, tiada kesembuhan selain kesembuhan darimu, yaitu kesembuhan yang tidak menyisakan sakit.4

Suatu ketika Nabi Saw. mendapat keluhan sakit, karena luka di anggota badannya. Beliau pun berkata dengan menunjukkan jari tangannya. Beliau mengangkatnya seraya memanjatkan doa,

"Dengan nama Allah, dengan debu bumi kami dan sebagian liur kami, disembuhkan penyakit kami dengan seijin Rabb kami”.5

Ini adalah beberapa contoh pengobatan metafisik melalui dzikir dan doa, dalam upaya untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang bahkan penyakit itu terkadang karena akibat dosa yang dilakukan manusia. Lalu apakah terapi metafisik melalui dzikir, doa dan ibadah efektif dan dikabulkan?



Agar cara pengobatan ini efektif dan dikabulkan Allah, maka menurut Prof. Dr. Amin Syukur ada beberapa syarat yang harus penuhi.

Pertama; Orang yang melakukan pengobatan harus suci dari dosa dan najis. Seorang Badui pernah datang dengan pakaian kotor dan tidak beralaskan kaki, seraya berdoa kepada Allah Swt., “Ya Tuhan, Ya Tuhan berilah Aku ini dan itu...” Akan tetapi, kondisi orang Badui itu tidak bersih dan suci, baik pakaian, makanan, dan minuman. Ia juga banyak memakan dan menggunakan barang haram. “Maka bagaimana doanya akan dikabulkan oleh Allah Swt.,” kata Rasulullah Saw.6

Kedua; Setiap kali berzikir dan berdoa hendaknya menyebut nama Allah Swt., lalu diikuti dengan membaca shalawat kepada Nabi saw. dengan penuh kekhusyukan.

Ketiga; Sebelum berdoa, terlebih dahulu melaksanakan shalat (baik wajib maupun sunah) secara khusyu.

Keempat; Sikap mental kita penuh dengan keyakinan.

Kelima; Perihal posisi badan (menghadap ke arah kiblat), waktu, dan tempat berdoa. Waktu yang mustajabah untuk berdoa: waktu sore menjelang terbenamnya matahari, waktu diantara dua khutbah Jumat, sesudah shalat fardhu. Tempat yang mustajabah untuk berdoa: di masjid, di Masjidil Haram, di Multazam, di Maqam Ibrahim, di Raudhah (tempat di antara rumah dan mimbar Nabi SAW).

Keenam; Konsisten antara ucapan dan tindakan. Jangan mengakui cinta nabi-Nya, tetapi meninggalkan sunahnya. Mengakui setan sebagai musuh, tetapi mengikuti ajakannya. Menyatakan bahwa mati itu benar, tetapi tidak mau mempersiapkannya. Menyatakan takut neraka-Nya, tetapi merelakan diri memasukinya. Menyatakan cinta surga-Nya, tetapi tidak mau melakukan perintah-Nya. Sibukkan dengan cela dan aib orang lain, tetapi melupakan cela dan aib diri sendiri. Memakan nikmat-Nya, tetapi tidak mau mensyukurinya. Mengubur mayat, tetapi kamu tidak mau mengambil pelajaran daripadanya. 7

REFERENSI

1M. Amin Syukur, MA, Zikir Menyembuhkan Kankerku, penerbit Hikmah, hal. 104
2Al-Qadhi „Iyadh, Ikmal al-Muallim Syarh Shahih Muslim, tanpa keterangan, Juz 1 hal 127
3M. Amin Syukur, MA, Zikir Menyembuhkan Kankerku, penerbit Hikmah, hal. 104
4Imam al-Bukhari, Al-Jami‟ Ash-Shahih, Kairo: Dar Asy-Sya‟b, Juz 7, hal. 157
5Imam al-Bukhari, Al-Jami‟ Ash-Shahih, Kairo: Dar Asy-Sya‟b, Juz 7, hal. 172
6Imam al-Muslim, Al-Jami‟ Ash-Shahih Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Jail dan Dar al-Afaq al-Jadidah, Juz 3, hal. 85
7M. Amin Syukur, Zikir Menyembuhkan Kankerku, penerbit Hikmah, hal. 111

ARTIKEL LAINNYA





close

Jika berkenan, silahkan beri ulasan di kolom komentar. Terima Kasih.
Jika Sobat ingin membagikannya ke teman-teman, Silahkan KLIK TOMBOL BERBAGI DI BAWAH INI!

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Telegram
Share on Whatsapp
Tags :

0 comments:

Posting Komentar