Kisah Inspiratif Qadhi Abu Bakar al Anshari

ARTIKEL
Hai Sobat Elpedia, berikut ini catatan dari sebuah kisah inspiratif, Ibnu Rajab (wafat 795 h ) dalam Dzail Tabaqat Hanabilah (1/443) meriwayatkan kisah Qadhi Abu Bakar al Anshari.

Semoga menginspirasi dan memotivasi diri kira untuk selalu ingat akan kekuasaan Allah SWT dalam hidup kita. Berikut Kisahnya:

Qadhi Abu Bakar bercerita:
“Saya menetap di Mekkah. Suatu hari saya sangat lapar namun tidak ada sedikitpun makanan yang bisa menghilangkan lapar. Di jalan, saya menemukan kantong sutra dengan tali pengikat dari sutra juga. Kantong itu saya bawa pulang ke rumah. Setelah saya buka, isinya mutiara-mutiara indah yang belum pernah saya lihat sebelumnya”

Qadhi Abu Bakar melanjutkan:
“Cepat-cepat saya keluar rumah. Ternyata ada seorang kakek mengumumkan telah kehilangan kantong sutra. Kakek itu membawa kampil kain berisi 500 dinar. Katanya, “500 dinar ini akan saya berikan kepada yang mau mengembalikan kantong sutra berisi mutiara”

Kata Qadhi Abu Bakar :
“Saya sedang kesulitan. Saya juga lapar. Saya kembalikan saja kantong sutra itu kepadanya dan saya bisa mengambil 500 dinar sebagai hadiah agar dapat saya manfaatkan”

Qadhi Abu Bakar lalu mengajak kakek itu ke rumahnya. Kakek itu secara tepat bisa menyebutkan tanda-tanda kantong sutra, tanda tali pengikatnya, tanda mutiara-mutiara berikut jumlahnya. Maka, Qadhi Abu Bakar mengeluarkan dan menyerahkan kantong sutra itu kepadanya. Sementara, 500 dinar yang dijanjikan akhirnya ditolaknya.Walaupun telah dipaksa berulang kali, Qadhi Abu Bakar tetap menolaknya. Kakek itu lalu pergi.

Qadhi Abu Bakar beberapa waktu kemudian meninggalkan Mekkah melalui jalur laut. Ternyata kapal yang dinaikinya pecah terhantam ombak dan karam. Banyak penumpang tenggelam. Adapun Qadhi Abu Bakar termasuk yang selamat dikarenakan berpegang sepotong kayu bagian kapal. Beberapa waktu, Qadhi Abu Bakar terombang-ambing di lautan tanpa mengetahui arah. Sampai, beliau terdampar di sebuah dataran berpenghuni.

“Saya memilih istirahat di sebuah masjid”,lanjut beliau.

Orang-orang di sana sempat mendengarkan bacaan Al Quran dari Qadhi Abu Bakar. Maka, penduduk kampung itu meminta beliau agar bersedia mengajarkan Al Quran untuk mereka. Penduduk kampung banyak yang memberi uang kepada beliau.

Selanjutnya, bukan hanya Al Quran yang diajarkan. Tulis menulis pun diajarkan. Setelah beberapa lama mengajar di sana, Qadhi Abu Bakar diberi tawaran untuk menikah.”Ada anak gadis yatim di sini. Dia cukup kaya raya”, kata mereka. Mulanya beliau menolak, namun karena disuruh-suruh, akhirnya, tawaran tersebut diiyakan.

Malam pengantin, Qadhi Abu Bakar melihat istrinya mengenakan kalung mutiara seperti mutiara-mutiara yang pernah ditemukannya. Beliau lantas bercerita tentang kisahnya bersama mutiara-mutiara tersebut.

Mendengar kisah itu, orang-orang langsung bertakbir dan bertahlil dengan keras hingga terdengar di sudut-sudut kampung.

“Kakek yang Anda kisahkan tadi adalah ayah dari gadis yang Anda nikahi hari ini”, kata mereka. “Kakek itu dulu selalu berdoa ; “Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu supaya bisa saya nikahkan dengan putriku”.

Setelah menikah, Qadhi Abu Bakar menetap di sana beberapa waktu sampai Allah karuniakan dua anak laki-laki. Istrinya lalu meninggal yang disusul kedua anak laki-lakinya.

“Mutiara-mutiara itu lalu saya jual senilai 100.000 dinar. Harta yang saya miliki dan kalian lihat sekarang ini, adalah sisa-sisa dari hasil penjualan tersebut”, jelas Qadhi Abu Bakar.

Tiga catatan dari kisah Qadhi Abu Bakar :

1. Cinta selalu saja mewartakan tentang keajaiban-keajaiban. Ada cerita indah yang walau tersembunyi, pada akhirnya bersinar cerah. Jodoh adalah rahasia Allah. Jarak, waktu, usia, harta, atau nasab bukanlah ukuran baku. Cinta selalu menghadirkan cerita.

2. Doa orangtua memang dahsyat! Sayang, masih banyak orangtua yang tidak menyadari. Kalaupun sadar, hanya sedikit yang mengetuk pintu doa untuk kebaikan agama dan akhirat anaknya. Rata-rata, orangtua mendoakan kesuksesan duniawi anaknya saja. Bagaimana ia bisa berpangkat, ia kaya raya, ia berjodoh dengan berkriteria materi. Sayang, doa orangtua yang mustajab tidak dimanfaatkan baik-baik.

3. Wanita yang baik hanyalah untuk laki-laki yang baik. Sebaliknya pun demikian. Jika engkau berharap hidup bersanding dengan seorang istri yang spesial, yang istimewa, dan salehah tentunya, maka berjuanglah untuk menjadi seorang laki-laki yang spesial, yang istimewa, dan saleh seharusnya.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Telegram
Share on Whatsapp
Tags :

0 comments:

Posting Komentar